KOMPAS.com - Tri Cahyaningsih, seorang buruh pabrik tekstil di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah, harus menelan kekecewaan setelah gagal menjadi Pegawai Negeri Sipil ( PNS).
Padahal, ia merupakan peraih skor tertinggi dalam Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Pegawai Negeri Sipil ( CPNS) Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah tahun 2024 dengan nilai 476.
Bukan karena kurangnya kemampuan atau persiapan, Tri justru terhenti di tahap tes kesehatan karena tinggi badannya yang tidak memenuhi syarat minimal.
Dalam seleksi tersebut, peserta diwajibkan memiliki tinggi badan minimal 158 cm, sementara Tri hanya mencapai 157,5 cm.
"Minimal tinggi (tinggi badan minimal) 158 sentimeter. Nah pas di sana (seleksi kesehatan) cuma 157,5 saja," ujar Tri Cahyaningsih, Rabu (19/2/2025).
Baca juga: 140 Jabatan Perangkat Desa di Boyolali Kosong, Perekrutan Tertunda Regulasi Baru
Menjadi PNS bukanlah impian baru bagi Tri. Sejak tahun 2017, ia telah mencoba peruntungan dalam seleksi CPNS. Kala itu, ia mendaftar sebagai penjaga tahanan dengan bekal ijazah SMA. Namun, upayanya kandas di tes seleksi kesamaptaan.
Tak menyerah, Tri kembali mencoba tahun berikutnya, tetapi gagal mengikuti tes. Pada kesempatan berikutnya, ia justru harus melewatkan seleksi karena hamil dan melahirkan anaknya.
Padahal, batas usia maksimal saat itu adalah 28 tahun, sehingga ia tidak bisa mendaftar lagi.
"Kan tidak bisa ikut lagi karena batas usia maksimal 28 tahun. Ya sudah nggak bisa," ujarnya.
Namun, harapan kembali muncul saat pemerintah membuka formasi penjaga tahanan dengan batas usia maksimal 35 tahun dalam seleksi CPNS Kemenkumham 2024.
Baca juga: DBD di Boyolali Capai 90 Kasus, Dua Orang Meninggal
Tri yang kala itu berusia 31 tahun tak ingin melewatkan kesempatan tersebut.
Sebagai buruh pabrik yang bekerja dalam tiga shift berbeda, Tri harus pandai membagi waktu antara bekerja, mengurus keluarga, dan belajar.
Dengan dukungan suami dan keluarga, ia tetap bisa menyempatkan diri untuk mempersiapkan ujian CPNS.
"Kalau capek ya capek banget, soalnya belajar sambil bekerja, mengurus rumah, anak, suami. Tapi untung anak-anak dan suami bisa saling support," kata Tri.
Selain belajar dari buku dan soal-soal di internet, ia juga mengikuti tryout online serta mencari materi melalui YouTube. Tak hanya usaha lahiriah, Tri juga melakukan ikhtiar batin dengan rutin berzikir, salat Dhuha, dan sesekali salat Tahajud di tengah malam.
Baca juga: Boyolali Mulai Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Faskes Dilarang Tolak Pasien
"Kalau tahajudnya kadang-kadang. Tapi kalau Dhuha terus. Kalau pas di pabrik juga tetap bisa Salat Dhuha," ungkapnya.
Meski harus menerima kenyataan pahit karena gagal hanya karena kurang 0,5 cm dari syarat tinggi badan, Tri tetap bertekad untuk mencoba lagi jika ada kesempatan.
"Gelo (kecewa) pastine mas, kurang 0,5 cm aja lho. Tapi ndak apa-apa memang belum rejekine," kata dia.
Ia berharap bisa kembali mengikuti seleksi CPNS dengan nilai SKD yang telah diperolehnya sebelumnya.
"Kalau ada bukaan lagi (formasi) yang sesuai, mau daftar lagi. Bisa pakai nilai SKD yang kemarin," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Gagal CPNS Gegara Tinggi Kurang 0,5 Cm, Buruh Asal Boyolali Mengaku Tak Menyerah: Mau Coba Lagi