Artinya, mayoritas peserta yang mundur bukan tidak bersyukur atau tidak berkomitmen dengan pilihan.
Namun, mereka yang akhirnya tidak bersedia mengambil kesempatan kelulusan hasil optimalisasi adalah kategori peserta yang sejak awal memang tidak ingin bekerja jauh dari domisili atau daerah sekitarnya.
Lain cerita jika kasus peserta yang mundur bukan merupakan hasil optimalisasi atau mereka yang sejak awal mengetahui instansi yang dilamar tidak merinci unit kerja penempatan (sistem pengelompokkan).
Klausul pernyataan kesiapan ditempatkan di seluruh wilayah NKRI baru bisa kita perdebatkan untuk kasus-kasus seperti ini.
Bekerja jauh dari domisili membutuhkan kesiapan mental yang kuat dan persiapan seluruh aspek kehidupan yang matang.
Kondisi demografis yang beragam dari setiap peserta seperti kondisi kesehatan orangtua yang ditinggalkan dan jauh dari keluarga, biaya hidup selama masa perantauan dan pengeluaran tiket pulang-pergi yang tidak seimbang antara penghasilan yang didapatkan seharusnya membuat publik tidak mudah menghakimi pelamar yang mundur dengan alasan domisili yang jauh dan penghasilan tidak sesuai ekpektasi.
Narasi pengabdian sebagai ASN juga terkadang mengaburkan persoalan sistemik sesungguhnya.
Baca juga: Alasan CPNS Mengundurkan Diri: Gaji Kecil hingga Penempatan Jauh
Dunia telah berubah dengan sangat cepat. Paradigma pola dan ekpektasi kerja telah bergeser. Tujuan bekerja saat ini tidak hanya sekadar mencari penghasilan, namun lebih luas daripada itu.
Apalagi, saat ini lapangan kerja banyak didominasi generasi muda. Generasi yang tumbuh dengan kesadaran pentingnya kesehatan mental dan menerapkan keseimbangan hidup antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Aspek kesejahteraan psikologis, kualitas hubungan sosial pegawai, kesempatan untuk melakukan aktualisasi diri mesti dipertimbangkan secara serius oleh instansi pemerintah agar relevan dengan tantangan zaman.